Tampilkan postingan dengan label Cinta Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cinta Indonesia. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 Mei 2018

Hastag #3lauk10ribu

Barusan... Tadi waktu keluyuran di akun-akun twitter, beberapa kali tersandung "batu" yang sama. Bati bukan sembarang batu ternyata sodara-sodara.

Batunya itu hastag atau tagar atau yg lebih sikenal dengan simbol # diikuti hal unik yg jadi pusat perhatian. Nah.. Hastag yang membuatku tersandung itu adalah #3lauk10ribu.

Ada banyak cuitan yg gunakan hastag/tagar ini. Terakhir kali kulihat, sudah lebih 450 cuitan untuk hari ini saja. Dalam 45 menit terakhir, masuk dalam daftar trending topic.

Sejauh yang bisa kutelusuri lewat fasiltas pencarian di Twitter, hastag ini mulai muncul 18 hari yang lalu. Diperkenalkan oleh pemilik akun @hariadhi. Sepertinya saat iti beliau membandingkan aktivitas berbaginya dengan aktivitas serupa yg masuk dalam pemberitaan online.

Terlepas dari aroma politik yang mengikuti hastag ini (toh sekarang-sekarang ini semuanya dipolitisasi), hastag #3lauk10ribu mendapat tanggapan yang sangat menarik. Ada yang asal tempel hastag apapun postingannya.. (Ini mungkin untuk menaikkan rating), tapi tak jarang ada yang berbagi resep, foto masakan sampai kegiatan amal berbuka bersama dengan menyematkan hastag yang membuatku teringat inovasi Pak Buwas sebagai Kepala Bulog dalam menyediakan beras sachet berharga 10rb yang dapat dimasak menjadi 3 porsi nasi.
Mungkin memang ada hubungannya ya.. Saling menginspirasi..

Fenomena lanjutan (bagian yang beramal dengan konsep murah meriah namun tetap bergizi) membuatku teringat pada film dan novel.. Di banyak film dan novel yang pernah kutonton dan kubaca, ada kegiatan dapur umum untuk kaum duafa.

Kegiatan dapur umum ini biasanya kutemukan di film/novel dengan latar belakang dunia modern di tanah Amerika. Walau ada juga yg bersetting di London dan kota besar di Perancis. Di sana kaum terlantar dan tak mampu (gelandangan) memiliki kesempatan untuk bermalam di shelter atau rumah perlindungan.

Namun banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan tempat. Mereka inilah yang kemudian tidur di emperan. Beralaskan karton bekas.

Yang menarik adalah upaya banyak pihak, baik perseorangan, keluarga, atau kelompok komunitas, yang aktif membantu saudara-saudara yang kekurangan. Mereka mendirikan dapur umum. Dibuka pada saat2 tertentu dan tersedia gratis untuk siapa saja. Tentu saja sasaran utamanya adalah kaum duafa.

Di Indonesia bagaimana? Sejauh yang kutahu, kegiatan bagi-bagi makan gratis, terutama di bulan Ramadhan begini, diadakan oleh rumah makan dan kelompok komunitas serta individu/keluarga yang ingin beramal. Hanya ocasional alias sekali-sekali. Hanya karena hajat tertentu.

Nah.. Apa ya yang kudapat dari berbagai fenomena di atas?

Jadi kepikiran.. Buat dapur umum.. Untuk kaum duafa. Dengan konsep hastag #3lauk10ribu. Tidak hanya bulan ramadhan begini. Tapi sepanjang tahun.

Menurutmu, bagaimana cara memulainya? Agar niat baik dapat terlaksana baik dan bermanfaat baik.

Pekanbaru, di ruang tipi, masih ditemani footsie..

#3lauk10ribu #ramadhan #amal #SebarHalBaik #BerhentiDiam


Sabtu, 22 Maret 2014

Megawati-Sukarno-Jokowi dan Saya




Agak susah menilai sosok Megawati. Entah apa yg ada di dalam pikirannya. Sayang saya tak pernah benar-benar mencari tahu soal beliau. Namun tampaknya sama halnya dengan menelisik isi pikiran Sukarno, ayahnya. Di kala dunia mengecam komunisme, beliau malah menyatukannya dalam suatu paham NASAKOM. Kalo sekarang ini beliau ngomong begitu, tak terbayang reaksi yg muncul di berbagai medsos. Lihatlah wanita2 yang dipilih menjadi pasangan atau dikaguminya. Semuanya dengan latar belakang berbeda-beda namun cinta pada negara yang sangat indah ini. Dan lihatlah hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya. 

Tak semua sepaham dengannya, tapi tak menghalanginya untuk terus menjalin tali silaturahim. Karenanya ia tak rela anak bangsa terkotak-kotak dan terpecah. Kata salah satu guru saya, Sukarno adalah seorang nasionalis idealis. Ia sangat mencintai INDONESIA. Ia sangat mencintai BANGSA dan RAKYATnya. Ia membanggakan kebhinekaan yang ada karena ia pun lahir dari banyak budaya. 

Saya mungkin subjektif karena tulisan beliau adalah yang saya baca pertama kali. Saya bisa jadi tersihir karena suara pidatonya yang lantang yang sering diulang-ulang di telinga saya sewaktu kecil. Tapi menurut saya, beliau adalah panutan yang saya pegang dalam mencintai negeri tempat saya lahir, dibesarkan, dan mudah2an mati nanti.

Lalu Jokowi. Orang “biasa” yang tiba2 jadi fenomenal. Tak kenal langsung dan belum sempat membaca pengakuannya tentang perjalan hidup sehingga tak juga bisa banyak tahu isi pikirannya. Tapi yang ditangkap dari apa yang dilihat melalui media. Ekspresi wajahnya menunjukkan kesungguhan akan sesuatu. Lelah namun tak mau menyerah. Subjektif? Mungkin. Tapi biarlah

Sukarno-Megawati-Jokowi. Apapun isi kepala mereka, saya yakin ketiganya sangat CINTA pada INDONESIA.  

Pekanbaru, 22 Maret. Lagi2 di ruang makan rumah mama, 20.34 WIB