Rabu, 23 Maret 2011

Seandainya aku menjadi…


Perbincangan di sebuah televisi swasta telah membuatku ingin berbicara lebih lantang. Hal terbaru yang kudengar hari ini (bukan berarti temanya baru) adalah maju mundurnya pemerintah pusat dalam memutuskan kebijakan penggunaan BBM, khususnya untuk kendaraan bermotor yang masih disubsidi. Apakah hanya dinaikkan sebesar Rp.500,- ataukah dengan pembatasan BBM, ataukah….

Sengaja tak kuteruskan karena bukan itu yang mau dibahas.

Nah, kembali kepada judul tulisan kali ini, sepertinya serial tulisan ini bagus juga diangkat. Mohon maaf jika ada televisi swasta yang merasa programnya dibajak. Tidak bermaksud untuk menjiplak, justru memberikan ide-ide baru yang mungkin saja bisa diangkat kedalam program reality show tersebut.

Tulisah pertama dari serial tulisan “ Seandainya Aku Menjadi..” adalah


“Seandainya Aku Menjadi Walikota Pekanbaru” (1)

Kenapa judul ini yang dipilih? Ada beberapa alasan. Alasan pertama, penulis adalah warga Kota Pekanbaru. Jadi wajar jika tulisan juga dikhususkan untuk kota panas lembab namun tetap tercinta ini. Yang kedua, Kota Pekanbaru adalah kota yang sedang bertumbuh kembang sangat pesat, sehingga butuh sekali bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil. Yang ketiga, saat ini Kota Pekanbaru sedang menjalani proses pemilihan langsung kepala daerah. Jadi sangat tepat rasanya jika tulisan ini dapat menjadi sedikit masukan bagi para bakal calon walikota dan wakil walikota yang akan bertugas mengelola pembangunan Kota Pekanbaru dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan.

Mari kita mulai…

Seandainya Aku Menjadi Walikota Pekanbaru, maka yang pertama kali akan aku lakukan adalah melakukan “problem scanning”. Telaah ini tidak perlu terlalu lama karena itu dapat dilakukan nanti. Cukup cari tahu masalah yang terlihat mencuat di permukaan. Nah, masalah utama yang langsung menonjol adalah masalah transportasi. Setiap hari jalan-jalan utama Kota Pekanbaru mulai terlihat penuh. Kata sebagian orang, Pekanbaru mulai macet. Masalah transportasi ini ternyata merambat ke mana-mana. Mulai dari kurangnya jalan untuk menampung kendaraan, masih kurangnya keinginan masyarakat untuk memilih kendaraan umum daripada kendaraan pribadi, jarak antara rumah tinggal dan tempat kerja yang panjang, kemudahan dalam perolehan kendaraan pribadi karena praktek leasing yang menggiurkan. Bagaimana tidak? Dengan Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) seseorang bisa membawa sepeda motor pulang. Nah, jika persoalan ini dikombinasikan dengan kepusingan Pemerintah Pusat dalam mengadakan BBM untuk rakyat, maka ada solusi yang wajib segera dilaksanakan.

Seandainya Saya Menjadi Walikota Pekanbaru, program pertama yang akan saya ajukan dan laksanakan adalah pembangunan rumah susun dinas bagi seluruh pejabat kota Pekanbaru. Kenapa? Karena makin ke sini, tiap pejabat Kota makin menjauh dari pusat pemerintahan karena memilih bertempat tinggal yang layak namun tetap terjangkau. Yang ada adalah pemilihan rumah tinggal yang berwaktu tempuh lebih dari 45 menit dari pusat kota. Kenapa waktu tempuh? Karena lokasinya yang di tepi kota, akan tersedat di jalan-jalan utama kota yang dipenuhi warga kota lainnya yang juga berdomisili sama dan bertempat kerja di pusat kota (perhatikan. Hal ini sudah seperti masalah yang terjadi Jabodetabek).

Untuk gambaran, rumah susun pejabat Kota Pekanbaru tidak hanya mencakup jajaran pemerintahan, namun juga untuk para wakil rakyat yang terhormat (anggota DPRD Kota Pekanbaru).

Kenapa rumah susun? Selain mendukung program pemerintah dalam hal pengadaan rumah tinggal rakyat dan menghemat lahan perkotaan, keberadaan rumah susun bagi pejabat kota akan memudahkan komunikasi antar pejabat kota dan pejabat kota dengan masyarakat. Kenapa? Jika antar pejabat kota ingin berkoordinasi atau berdiskusi di luar jam kantor, mereka tinggal turun dan bertemu di lobby rumah susun (bagus lagi jika di lingkungan rumah susun dilengkapi dengan lapangan badminton dan lapangan futsal). Demikian juga dengan masyarakat yang ingin bertemu dengan pejabat tidak perlu pusing tujuh keliling mencari karena rumah semua pejabat di satu tempat.

Keuntungan yang kedua dari dibangunnya rumah susun ini adalah pengurangan mobil dinas pejabat. Dengan “merumahsusunkan” para pejabat, maka mobil dinas untuk tiap jabatan bisa dihilangkan dan diganti dengan bus yang berkapasitas lebih besar. Jika pun ada mobil dinas, sifatnya lebih pada mobil operasional yang diinapkan di kantor dinas, bukan di rumah dinas pejabat. Dengan pengurangan mobil dinas pejabat, maka pengeluaran untuk biaya operasional kendaraan juga berkurang drastis. Diantaranya, berkurang pula penggunaan BBM. Begitu juga dengan jumlah kendaraan dinas yang memenuhi jalan raya Pekanbaru karena aktivitas pulang perginya para pejabat dari rumah tinggal-kantor.

Nah, sementara ini dulu yang saya ungkapkan. Saya khawatir jika di tulisan pertama ini terlalu banyak buka konsep, esok hari saya malah langsung didaulat untuk jadi Walikota Pekanbaru beneran, hehehe…