Senin, 31 Januari 2011

Obrolan Santai berbuah Ide Serius


Hari minggu ini (30 Januari 2011), lagi-lagi penulis mendapat kesempatan untuk bertemu dengan beberapa teman di sebuah tempat nongkrong anak muda Kota Bandung. Tempat kita-kita yang ingin ngobrol lama dan nyaman walau cuma pesan satu jenis minuman untuk masing-masing pesertanya…

Hanya saja hari ini peserta ngobrol jadi sempat mengalami perubahan (tepatnya penambahan) dua kali hingga akhirnya bubar untuk melanjutkan aktivitas masing-masing..

Karena niat awalnya hanyalah silaturahim, ya yang dibicarakan menjadi sangat luas dan bervariasi. Mulai dari bertanya tentang kesibukan yang sedang digeluti tiap orang, perbincangan bergulir ke arah yang lebih serius. Pembicaraan mengenai penanganan kota, mula dari Jeddah yang banjir terus-terusan karena tidak adanya sistem drainase hingga masalah Bandung yang berubah dari salah satu kota terindah di dunia pada awal abad 20 menjadi kota tak berwajah di masa modem dan ponsel ini.

Tema pembicaraan terus berubah dengan dinamis, antara serius dan bercanda sehingga kepala tidak meledak karena banyaknya persoalan bangsa serta munculnya ide dan konsep-konsep untuk perbaikan kondisi Negara Indonesia tercinta ini..

Materi lengkap perbincangan generasi muda Indonesia ini tidak akan saya ungkapkan di sini. Selain ribet nulisnya, juga karena masalah HAKI yang perlu dipertimbangkan. Konsep-konsep besar yang terlalu prematur diekspose sering kali dipergunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Masih mending jika pengembangan konsep curian itu sesuai dengan arah yang ingin dituju sumber asli. Tapi lebih sering malah menjadi sumber kehancuran baru.

Bermula dari meja makan, sumpah pemuda terdeklarasi. Bermula dari meja makan, naskah proklamasi menandai kemerdekaan Indonesia dari cengkeraman bangsa-bangsa asing. Nah.. kira-kira apa ya yang akan terbentuk dari meja makan yang ini?

Rabu, 26 Januari 2011

Naik Gaji, Kinerja dan Kepedulian Sosial

Rame-rame tentang “curhat” Presiden Bambang Yudoyono beberapa saat lalu ditanggapi dengan sangat antusias oleh banyak pihak. Pengamat politik, akademisi serta masyarakat luas memberikan tanggapan yang luar biasa. Pro kontra dalam bentuk dukungan dan kecaman terhadap pernyataan tersebut sempat bersaing dengan ramenya kasus mafia pajaknya Gayus. Sempat terhenti sebentar saat kemunculan crop circle di Jawa Tengah menjadi headline di banyak media massa. Namun, hari ini presiden dan para pejabat negara mungkin dapat mulai tersenyum. Curhatnya berbuah manis karena ada kabar bahwa gaji pejabat negara akan naik. ( ternyata pernyataan yang lebih tepat adalah penyesuaian :D )

Walah!!!!

Itu komentar spontan saya ketika mendengar seorang penyiar televisi swasta membacakan ringkasan berita yang akan ditayangkan dalam siaran berita tengah hari ini (Rabu, 26 Januari 2011)..

Apakah para petinggi negara sudah sangat buta? Apakah mereka tidak lagi malu mengakui bahwa motif mereka duduk di kursi-kursi panas, menyikut dan menginjak banyak orang untuk sampai ke tempat itu, benar-benar dimotivasi oleh keinginan menjadi orang berkuasa sekaligus menambah pundi-pundi di kantong kulit milik mereka? (atau mungkin lebih tepat rekening bank kalau mengingat situasi saat ini).

Apakah mereka tidak ingat janji dan sumpah yang mereka ucapkan ketika menerima jabatan dan tempat bertugas tersebut? Dan yang paling parah, apakah mereka tidak berkaca dan menilai diri, apakah tugas yang diberikan kepada mereka telah terselesaikan dengan baik, telah dilaksanakan dengan maksimal kemampuan dan ketulusan?

Duuh… Sedih rasanya hati ini…

Jika pejabat negera memahami secara salah konsep kewirausahaan pemerintah. Konsep reformasi demokrasi tersebut akhirnya hanya diartikan sebagai upaya mencari untung sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya semaksimal mungkin, alih-alih benar-benar diartikan secara lengkap, menyeluruh dan bertujuan mulia demi kesejahteraan rakyat.

Apa jadinya jika para calon pejabat di masa yang akan datang meneladani contoh yang diberikan para pejabat seniornya? Tak aka nada lagi perbedaan antara pejabat negara, pegawai negeri dengan pengusaha dan pegawai swasta yang memang memiliki motivasi ekonomi yang jauh lebih besar daripada pelayanan kepada negara. Ironisnya pengusaha malah ada yang jauh lebih “care” kepada rakyat daripada pejabat negara. Sungguh apakah perubahan iklim di dunia juga mengakibatkan jungkir baliknya ideologi dan prinsip dasar seorang manusia???

Mudah-mudahan tidak.

Penulis sangat percaya pada Allah yang menjadi sumber dan akhir dan menguasai seluruh alam semesta. Jika ada yang keliru, pasti ada yang akan mengembalikannya ke arah yang benar. Jika ada yang terpleset atau tercebur ke dalam lumpur, pasti ada yang akan menarik dan mengangkatnya hingga selamat.

Namun penulis juga percaya bahwa Allah membenci umatnya yang tidak berusaha. Jadi walaupun keadilan itu ada, harus ada yang mulai membuat perubahan. Mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari SEKARANG. Not later, not tomorrow. NOW!!!

Hehehe.. lagi-lagi bahasan jadi beralih ke semangat juang..

Kembali ke masalah awal, persoalan gaji pejabat negara (dan juga pegawai negeri pada umumnya) memang harus distandarisasi. Gaji pokok dihubungkan dengan standar hidup layak seseorang. Penghasilan tambahan seharusnya disesuaikan dengan beban tugas, tingkat resiko dan kinerja yang dicapai. Dengan demikian penulis setuju dan mendukung pernyataan Menteri PAN untuk membuat standarisasi tersebut.

Namun sebagai pegawai negeri selama nyaris sewindu, penulis mengetahui bahwa konsep standarisasi gaji bagi pegawai negera bukanlah konsep baru. Pada saat pemerintahan BJ.Habibie hal ini sudah dimulai pemikiran dan kegiatan awalnya. Salah satunya adalah pendaftaran ulang pegawai negeri seluruh Indonesia, yang didalamnya juga mencantumkan pertanyaan tentang beban kerja tiap pegawai. Hal inilah yang kemudian membawa pada penerbitan nomor induk pegawai nasional dan seharusnya berlanjut pada evaluasi dan revisi sistem penggajian pegawai negara (dan seharusnya pejabat negara).

Jika ada yang bertanya pada saya, apa yang akan saya lakukan dengan standarisasi tersebut, dan hubungannya dengan “curhat” pak bambang tentang penghasilannya, maka jawaban saya adalah demikian.

Banyak sekali alternatif pengaturan gaji pegawai dan pejabat negara. Nah, jika kita mengacu pada stadar layak hidup layak, maka sebaiknya gaji pokok presiden pun sama dengan gaji pegawai negara dengan golongan pangkat tertinggi. Artinya… gaji presiden yang sekarang jadi terlalu besar. Tindakannya, turunkan gaji pokok presiden.

Lalu bagaimana pembedanya dengan pegawai negara lainnya?

Nah disinilah perhitungan beban kerja, resiko jabatan serta kinerja presiden yang perlu dianalisis dan dihitung dan ditentukan nilai uangnya. Jadi yang bakal besar adalah tunjangan jabatannya, bukan gaji pokok. Dengan demikian, kompleksitas dan beratnya beban tugas sebagai presiden dihargai, namun sekaligus peka terhadap kondisi sosial negara yang dipimpinnya..

Bagaimana? Ada pemikiran lain?

Naik Gaji, Kinerja dan Kepedulian Sosial

Rame-rame tentang “curhat” Presiden Bambang Yudoyono beberapa saat lalu ditanggapi dengan sangat antusias oleh banyak pihak. Pengamat politik, akademisi serta masyarakat luas memberikan tanggapan yang luar biasa. Pro kontra dalam bentuk dukungan dan kecaman terhadap pernyataan tersebut sempat bersaing dengan ramenya kasus mafia pajaknya Gayus. Sempat terhenti sebentar saat kemunculan crop circle di Jawa Tengah menjadi headline di banyak media massa. Namun, hari ini presiden dan para pejabat negara mungkin dapat mulai tersenyum. Curhatnya berbuah manis karena ada kabar bahwa gaji pejabat negara akan naik. ( ternyata pernyataan yang lebih tepat adalah penyesuaian :D )

Walah!!!!

Itu komentar spontan saya ketika mendengar seorang penyiar televisi swasta membacakan ringkasan berita yang akan ditayangkan dalam siaran berita tengah hari ini (Rabu, 26 Januari 2011)..

Apakah para petinggi negara sudah sangat buta? Apakah mereka tidak lagi malu mengakui bahwa motif mereka duduk di kursi-kursi panas, menyikut dan menginjak banyak orang untuk sampai ke tempat itu, benar-benar dimotivasi oleh keinginan menjadi orang berkuasa sekaligus menambah pundi-pundi di kantong kulit milik mereka? (atau mungkin lebih tepat rekening bank kalau mengingat situasi saat ini).

Apakah mereka tidak ingat janji dan sumpah yang mereka ucapkan ketika menerima jabatan dan tempat bertugas tersebut? Dan yang paling parah, apakah mereka tidak berkaca dan menilai diri, apakah tugas yang diberikan kepada mereka telah terselesaikan dengan baik, telah dilaksanakan dengan maksimal kemampuan dan ketulusan?

Duuh… Sedih rasanya hati ini…

Jika pejabat negera memahami secara salah konsep kewirausahaan pemerintah. Konsep reformasi demokrasi tersebut akhirnya hanya diartikan sebagai upaya mencari untung sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya semaksimal mungkin, alih-alih benar-benar diartikan secara lengkap, menyeluruh dan bertujuan mulia demi kesejahteraan rakyat.

Apa jadinya jika para calon pejabat di masa yang akan datang meneladani contoh yang diberikan para pejabat seniornya? Tak aka nada lagi perbedaan antara pejabat negara, pegawai negeri dengan pengusaha dan pegawai swasta yang memang memiliki motivasi ekonomi yang jauh lebih besar daripada pelayanan kepada negara. Ironisnya pengusaha malah ada yang jauh lebih “care” kepada rakyat daripada pejabat negara. Sungguh apakah perubahan iklim di dunia juga mengakibatkan jungkir baliknya ideologi dan prinsip dasar seorang manusia???

Mudah-mudahan tidak.

Penulis sangat percaya pada Allah yang menjadi sumber dan akhir dan menguasai seluruh alam semesta. Jika ada yang keliru, pasti ada yang akan mengembalikannya ke arah yang benar. Jika ada yang terpleset atau tercebur ke dalam lumpur, pasti ada yang akan menarik dan mengangkatnya hingga selamat.

Namun penulis juga percaya bahwa Allah membenci umatnya yang tidak berusaha. Jadi walaupun keadilan itu ada, harus ada yang mulai membuat perubahan. Mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari SEKARANG. Not later, not tomorrow. NOW!!!

Hehehe.. lagi-lagi bahasan jadi beralih ke semangat juang..

Kembali ke masalah awal, persoalan gaji pejabat negara (dan juga pegawai negeri pada umumnya) memang harus distandarisasi. Gaji pokok dihubungkan dengan standar hidup layak seseorang. Penghasilan tambahan seharusnya disesuaikan dengan beban tugas, tingkat resiko dan kinerja yang dicapai. Dengan demikian penulis setuju dan mendukung pernyataan Menteri PAN untuk membuat standarisasi tersebut.

Namun sebagai pegawai negeri selama nyaris sewindu, penulis mengetahui bahwa konsep standarisasi gaji bagi pegawai negera bukanlah konsep baru. Pada saat pemerintahan BJ.Habibie hal ini sudah dimulai pemikiran dan kegiatan awalnya. Salah satunya adalah pendaftaran ulang pegawai negeri seluruh Indonesia, yang didalamnya juga mencantumkan pertanyaan tentang beban kerja tiap pegawai. Hal inilah yang kemudian membawa pada penerbitan nomor induk pegawai nasional dan seharusnya berlanjut pada evaluasi dan revisi sistem penggajian pegawai negara (dan seharusnya pejabat negara).

Jika ada yang bertanya pada saya, apa yang akan saya lakukan dengan standarisasi tersebut, dan hubungannya dengan “curhat” pak bambang tentang penghasilannya, maka jawaban saya adalah demikian.

Banyak sekali alternatif pengaturan gaji pegawai dan pejabat negara. Nah, jika kita mengacu pada stadar layak hidup layak, maka sebaiknya gaji pokok presiden pun sama dengan gaji pegawai negara dengan golongan pangkat tertinggi. Artinya… gaji presiden yang sekarang jadi terlalu besar. Tindakannya, turunkan gaji pokok presiden.

Lalu bagaimana pembedanya dengan pegawai negara lainnya?

Nah disinilah perhitungan beban kerja, resiko jabatan serta kinerja presiden yang perlu dianalisis dan dihitung dan ditentukan nilai uangnya. Jadi yang bakal besar adalah tunjangan jabatannya, bukan gaji pokok. Dengan demikian, kompleksitas dan beratnya beban tugas sebagai presiden dihargai, namun sekaligus peka terhadap kondisi sosial negara yang dipimpinnya..

Bagaimana? Ada pemikiran lain?

Sabtu, 22 Januari 2011

berbicara kepada hati untuk tenangkan jiwa yang bergolak

maaf aku belum bisa.. walau rasa nasionalisme berkobar makin besar tiap detik waktu yang berjalan, untuk tiba pada titik puncak juga butuh banyak modal. Tolong sabar...dan tunggulah aku tiba...

# vitria, 2011

Curhat dengan Teman di Internet

….Topik sebelumnya…

temen: btw.......gimana tadi....temen solmatenya....kalah adu argumen ya ama kamu....???

vitrishan: hihihihi...

vitrishan: ga bilang kalah sih

vitrishan: cuma vitri kan kalo sudah mulai ngomong dan sharing konsep bisa ga brenti2

vitrishan: lama2 nyadar juga kalo si temen ga nanggepin lg alias diam seribu bahasa

vitrishan: tapi lucunya sehari ga ngobrol sama si temen itu, lalu dapet temen baru

vitrishan: ga serame yg pertama, tapi paling engga dia sih oke2 aja dengerin (baca?) celotehnya vitri

vitrishan: tapi mungkin krn masih sehari ya

temen: Hehehehhe.....iya x.....tapi belum pernah ketemu langsung....????

vitrishan: belumlah..

vitrishan: yang satu di amerika

vitrishan: yg satu lg kuliah di asia tengah

temen: Pantesan ...kemaren status pengin ke Amrik.........ternyata itu to......

vitrishan: ya ada hubungannya

vitrishan: tapi bukan karena orangnya

vitrishan: vitri suka banget sama pulau tempat dia tinggal

vitrishan: apalagi pulau itu di depan kota seattle

vitrishan: 35 menit nyebrang pake feri

vitrishan: dan vitri sudah lama suka seattle (abis nonton film yg pake kota ini sebagai lokasi)

vitrishan: pas banget buat vitri

vitrishan: cukup private dan masyarakatnya dekat. lokasi (pulaunya) tenang dan bisa buat jalan kaki, naik sepeda, hiking, berenang, kayak..

temen: Bukannya pulau di Indonesia lebih indah.........apalagi daerah Riau , Pangkalpinang...dlll...banyak tuh pulau eksotis...

vitrishan: tapi tetap deket kalo mau ngabur ke kota besar

vitrishan: nah....

vitrishan: pulau bainbridge ini ngingetin vitri sama pulau bintan, kepulauan riau

vitrishan: tapi lebih asyik

vitrishan: kalo di bintan kan jauh tuh kalo mau kota besar. paling deket singapura

vitrishan: padahal singapura tuh ga ramah buat pengunjung asia

vitrishan: tadinya jg banyak yg ngira vitri ngomong soal pindah karena kenal orang amrik

vitrishan: padahal ga jadian sama dia juga ga ngaruh

vitrishan: udah vitri putuskan, paling engga ntar harus visit kota dan pulau itu

vitrishan: makanya lg sibuk manfaatin ide buat rencana bisnis. buat ngumpulin duit

temen: "buat" married........Tapi btemen kok mgkn dgn idealisme km...Kep Riau...besok bisa menjadi sebuah pulau seperti yang kamu mimpikan......gimana ....siiiaaapppp......?

vitrishan: kepri harus bikin konsep sendiri sih

vitrishan: karena beda situasinya

vitrishan: dan itu vitri serahkan pada planner yg ada di sana, mas

vitrishan: fokus vitri sekarang pekanbaru

vitrishan: mungkin vitri memang idealis sekaligus egois

vitrishan: vitri tetap ingin buat perubahan besar di pekanbaru dan riau (syukur2 indonesia)

vitrishan: tapi juga ingin tinggal di tempat yang benar2 cocok buat vitri

vitrishan: nah, vitri ga tau deh apakah nanti bakal dapat lokasi lain yang lebih sesuai (lebih enak memang di indonesia)

vitrishan: tapi utk sementara pemikiran tinggal di seattle memang jadi wacana serius buat vitri

….Topik berikutnya…