Hanya cerita. Yang muncul di
kepala..
Alkisah di sebuah kegiatan
kelompok pengajian perempuan, sang pemimpin (guru) memberikan pertanyaan pada
para anggota (murid)nya.
Diantara pilihan laki-laki ini,
mana yang baik untukmu?
Pertama, (a) yang beragama atau
(b) yang tidak beragama
Kedua, (a) yang memiliki harta (b)
yang tidak tidak memiliki harta
Ketiga, (a) yang selalu baik
perilakunya atau (b) yang buruk perilakunya
Para murid yang jumlahnya tak
lebih dari 10 orang itu menuliskan jawabannya di atas sebuah kertas lalu
menyerahkan kepada sang guru. Sembilan memilih (a) untuk ketiga pilihan lelaki.
Satu orang tidak memilih satupun, hanya menuliskan “semuanya baik, asal dia
benar-benar mencintaiku”.
Sang guru sangat heran dengan
jawaban yang sungguh berbeda ini. Maka ditanyakanlah pada si murid.
Guru : wahai
murid, kenapa engkau tidak memilih salah satu dari pilihan yang ada?
Murid : saya tidak bisa memilih salah satu dari mereka, Guru.
Murid : saya tidak bisa memilih salah satu dari mereka, Guru.
Guru : Kenapa
tidak bisa?
Murid : Karena
saya tidak tahu apakah laki-laki itu mencintai saya dengan sebenar-benarnya.
Guru : Apakah artinya jika seorang laki-laki
mencintaimu, engkau akan menganggap dia baik bagimu walau dia tidak beragama,
tidak berharta, dan buruk perilakunya?
Murid : Hanya jika laki-laki itu benar-benar
mencintai saya, maka benar, Guru.
Murid-murid yang lain mulai
berbisik-bisik. Sang Guru tersenyum dan meminta murid-muridnya untuk tenang.
Lalu ia kembali bertanya,
“Wahai murid, coba jelaskan maksudmu.
Kami ingin sekali mendengarkan alasan jawabanmu yang sangat tidak biasa ini.”
Lalu sang murid pun menjelaskan
“Saat seorang laki-laki datang
padaku dan ia mencintaiku dengan sebenar-benarnya dan dengan sungguh-sungguh,
maka ia akan berusaha membuatku bahagia, apapun caranya. Saat ia melihatku
menjalankan ibadahku dengan baik dan tekun. Saat ia mendengarkan doaku untuk
mendapatkan seseorang yang dapat kuajak beribadah dan memuji Tuhan bersama, ia
yang tidak beragama akan berusaha mencari tahu apa agama yang kuanut. Saat
itulah, aku akan membuatnya melihat dan mengalami indahnya agama dan ibadahku
kepada Tuhan. Maka saat itu ia akan beragama.
“Lalu saat seorang laki-laki
datang padaku tanpa harta sebutir pasir pun namun ia mencintaiku dengan
sebenar-benarnya dan dengan sungguh-sungguh, maka ia akan berusaha membuatku
bahagia. Ketika dilihatnya aku membutuhkan harta untuk mencukupkan hidup di
dunia tanpa berkelebihan tak berguna, ia akan mencari cara untuk mencari dan
mengumpulkan harta untukku. Maka saat itu dia akan berharta.
“Lalu saat seorang laki-laki
datang padaku dengan perilaku buruk namun ia mencintaiku dengan
sebenar-benarnya dan dengan sungguh-sungguh, maka ia akan berusaha membuatku
bahagia. Ketika dilihatnya aku membutuhkan senyum, dan tutur kata yang sopan
serta penuh kasih kepada semua makhluk, maka ia akan berusaha mengubah
perilakunya untuk melihat cahaya di mataku ketika memandangnya. Maka saat itu
ia akan berperilaku baik.”
Sang Guru terdiam, terkesima
mendengar penjelasan sang murid. Tapi ia masih penasaran. Maka kembali ia
bertanya,
Guru : Wahai murid. Sungguh indah penjelasanmu.
Namun jika engkau begitu percaya pada cinta, apakah engkau akan merasa sedih
saat ada seorang laki-laki yang beragama, berharta serta berperilaku baik namun
tidak mencintaimu?
Murid : Wahai guruku, aku akan sedih saat
laki-laki, apapun agamanya, berapapun hartanya, dan sebagaimanapun perilakunya,
mengatakan mencintaiku namun tidak sungguh-sungguh.
Pekanbaru, 23 Maret 2014. 13.39