Sabtu, 09 Februari 2013

Ngobrol Omah Ilmu: PKL Pekanbaru

Hari Rabu dan Kamis tanggal 6 dan 7 Februari 2013, teman2 yang sering ngobrol di media sosial ngadain acara ngumpul offline atawa ketemu muka di Omah Ilmu, tempat muasin hasrat nongkrong  dan berkomunitas yang memang sudah setahun ini Vitri buka untuk temen lama, temen baru dan calon temen baru yang suka ngumpul dan ngobrol. Lebih bagus lagi kalo ngobrolnya ada misi dan tujuannya.

Nah, ngobrol hari Rabu bertemakan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pekanbaru. Dengan kondisi akhir-akhir ini yang selalu diisi dengan tindakan penertiban PKL di beberapa ruas jalan serta penolakan dari pedagangnya, kami-kami yang tergabung dalam grup “Tata PKL PKU” jadi tak ingin diam saja. Bagaimana pun juga sebagai warga kota, ya ga mungkin dong diem melihat “perseteruan” antar elemen pembentuk kota. Yang satu pemimpin dan pengelola, yang satu adalah warga kota.

Obrolan ini berlangsung menarik karena temanya memang menarik. Satu sisi pedagang memang punya hak untuk hidup dan berusaha. Namun di lain pihak Pekanbaru juga punya aturan (yang dibuat demi kenyamanan dan keamanan warga kotanya). Diskusi ini menyimpulkan bahwa “pembersihan” Jalan Cut Nyak Dien dan sekitarnya dari PKL bukannya tidak masuk akal, bahkan sangat masuk akal. Kenapa? Karena itu adalah lokasi pusat pemerintahan yang di dalamnya ada bangunan-bangunan dengan fungsi strategis. Ada gedung Kantor Gubernur Riau, ada Gedung Bank Indonesia yang merupakan bank sentral. Kedua gedung ini punya fungsi strategis sekaligus rentan. Jika terjadi sesuatu pada kedua bangunan ini, maka dapat dipastikan bahwa yang akan dirugikan adalah Pekanbaru (dan Riau). Aktivitas PKL, terlebih tanpa pengawalan dan pengawasan yang baik, tentunya akan sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Di sisi lain, pemerintah kota juga tidak seharusnya “lepas tangan”. Harus ada perencanaan dan tahapan penanganan bagi PKL. PKL ini warga kota yang benar-benar mengerti prinsip ekonomi. Dengan modal serendah-rendahnya bertujuan mendapatkan untung sebesar-besarnya. Jadi dengan prinsip ini, mereka sangat peka dengan prinsip Location, location, location. Jadi, pemerintah juga harus melihat penataan PKL dari sisi ekonomi bagi pedagang. Pemindahan PKL ke lokasi baru juga jangan asal pindah, tapi memang disertai dengan kepastian bahwa lokasi baru itu memang menguntungkan.

Contoh penanganan PKL adalah Galabo di Solo seperti yang disampaikan oleh Taufik Fiko

Saran lokasi adalah lahan yang pagi harinya digunakan sebagai lahan parkir sehingga sore harinya dapat dimanfaatkan sebagai lokasi PKL. Syaratnya, jumlah PKL yang ditampung harus jelas dan tidak akan bertambah. Pengawas lokasi itu melibatkan kelompok PKL yang berusaha (ditempatkan) pada lokasi tersebut. Saran yang disampaikan oleh Dedi Ariandi ini menjadi bahan diskusi tentang pencarian lapangan parkir yang dapat dimanfaatkan. Ada beberapa lokasi yang mungkin, seperti Halaman Mesjid Agung An-Nur, bekas terminal Mayang Terurai di Jl. Tuanku Tambusai, Terminal Senapelan (Pasar Kodim). Kira-kira di mana lagi ya?

Diskusi berlanjut dengan membahas keberadaan pasar tradisional modern yang marak di Pekanbaru. Keberadaannya yang menggusur pasar tradisional pada awalnya bertujuan membenahi pasar tradisional yang minim utilitas pendukung pasar seperti pengelolaan limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas pasar. Pertanyaan pertama, apakah pasar yang lebih modern itu memang telah dilengkapi oleh utilitas dimaksud. Pertanyaan kedua, apakah pedagang yang mengisi pasar tradisional modern benar-benar pedagang yang tadinya menempati/beroperasional di pasar tradisional yang ada sebelum pasar baru dibuat.  Hal ini perlu dicermati. Perhatian utama tentang tingkat akupasi pedagang lama di tepat yang baru adalah kecemasan mengenai kemampuan pedagang itu untuk membayar sewa tempat. Seharusnya peningkatan kondisi pasar tidak serta merta diikuti oleh sewa lokasi yang mahal. Akibatnya segera dapat ditebak. Pedagang tidak dapat memperoleh haknya atau mengalihkan hak tersebut ke pedagang baru, sementara yang bersangkutan mencari lokasi lain yang lebih terjangkau. 

Masih banyak sih yang dibicarakan dalam diskusi tentang PKL tersebut, tapi ga akan dibahas semua di posting ini. Yang pasti, kami-kami yang ngobrol sudah memutuskan untuk mulai mencermati pasar-pasar tradisional yang ada di lingkungan masing-masing. Bagaimana terbentuknya, siapa saja yang beroperasi dan siapa yang mengelola serta apa pun informasi yang dapat membantu kita-kita untuk menyusun konsep penataan ruang bagi PKL di Pekanbaru. Mudah-mudahan saja konsep ini nantinya dapat sedikit mengurai ketegangan antara pemerintah daerah dan pedagang yang sama-sama punya hak dan kewajiban di Kota Pekanbaru.

Oh ya, untuk perbincangan hari Kamis akan dibahas di posting berikutnya ya..

5 komentar:

Unknown mengatakan...

yA iyalahh.. pkl di situ harus ditertibkan. usir pengacau2 dan provokatornya dari pekanbaru ini. seenaknya aja...

Unknown mengatakan...

PKL memang perlu penertiban, tapi yang lebih utama bukan sekedar penertiban namun pembinaan. Sama-sama membersihkan kawasan, dengan pendekatan yang berbeda, hasil yang akan didapatkan akan berbeda juga. Rumput liar saja jika tidak ditangani dengan benar, walau beribu kali dihilangkan akan muncul lagi ^_^

Ais Bertuah mengatakan...

Benerkan berat postingannya...

Unknown mengatakan...

Kepala terlanjur terbiasa utk yg berat-berat nih, Bang Ais.. Gimana lagi? :p

ary shoes n colection mengatakan...

hallo maaf bukan sy sok pintar atau sok jadi pahlawan tapi ada yg komentar dr kawan2 yg tidak sy setujui melainkan pkl itu bukan lah sampah yg harus di usir atau di musnahkan mereka adalah pejuang pejuang handal dlm menyokong ekonomi negara kita tanpa mereka kita di tahun 98 saat krisis ekonomi global mungkin sudah hancur ekonomi kta disaat dunia eropa terguncang ekonominya hanya kita indonesia yg agak stabil dan lagi pula hanya mereka yg sanggup bertahan diwaktu gerai2 mall mall toko toko semaua pada tutup alias bangkrut tapi mereka tetap bertahan dan berjualan , bukankah kita tanpa mereka hanya akan menjadi budak budak ekonomi eropa yg dgn sengaja menanamkan modalnya berwira usaha di negara kita sedangkan pengusaha kita sendiri harus kita hilangkan dan terusir sungguh tragis nasib bangasa yg dijajah ekonominya oleh segelintir org org yg secara tidak langsung juga akan ikut mengatur inflasi ekonomi rupiah kita , pkl adalah pejuang sejati yg tidak pernah merengek kepada pemerintah utk minta di berikan modal juga merengek kepada pemerintah utk di carikan pekerjaan, malahan mereka turut menyokong kontribusi pad , hanya saja tinggal pemerintah itu sendiri harus secara bijak utk bisa menyikapi dan memperhatikan mereka sesuai yg di perintah kan bapak president kita sby melalui surat resminya yaitu PERPRES RI NO 125 THN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA YG ADA DI INDONESIA KHUSUSNYA NKRI DAN PERMENDAGRI JUGA UUD THN 1945 pasal 27 ayat 2 yg ISINYA SETIAP WARGA NEGARA BERHAK UNTK MENDAPATKAN PENGHIDUPAN YG LAYAK SERTA PEKERJAAN YG LAYAK "dan semua itu di tanggung oleh pemerintah daerah maupun pusat juga turut diatur di dalam pancasila yaitu sila ke 2 serta sila ke 5 , apakah tnggapan sy terlalu berlebIhan jika sy mengharapkan pemerintah daerah utk lebih arif dlm menyikapi hal ini dan juga apakah perda kita yg mengatur masalah pkl sudah tepat dan pakah perda tsb tepat dan tidak bertentangan dgn perpres ri 125 dan permendagri serta uud 45 juga pancassila ke 2 dan ke 5 sementara mentri perekonomian sendiri pak hatta rajasa sendiri mengatakan di pertemuannya di sulteng dan jambi dgn pedagang kaki lima seindonesia yg bekerjasama dgn apkli juga ada pak syarif hasan mentri ukm dan koprasi bahwa sanya setiap pedagang bisa berdagang di mana saja kecuali di rel kereta api karna pasti di gusur kereta api nya sendiri , hah tinggal pemerintahnya sj yg harus sigap menyikapi nya utk mengolah sedemikian rupa lahan tsb supaya rapi dan bersih . oke .........!