Akhirnya....
Konsep toko buku yang ingin vitri buka makin lengkap dan padat.
Tulisan ini dimaksudkan untuk pengumuman awal dan pra promosi untuk aktivitas di tengah tahun 2011 ini.
Karena kebutuhan akan literatur yang baik dan murah menjadi hal yang selalu vitri rasakan, dan Pekanbaru walau sudah punya beberapa toko buku besar, tetap saja tidak dapat memuaskan kebutuhan tersebut, maka kemudian terpikir... "kenapa tidak kalo vitri yang menyediakan literatur tersebut?"
Dengan melihat beberapa toko buku, perpustakaan dan kafe yang ada di Bandung, muncullah konsep toko buku yang mengusung tema kafe buku. Tempat yang mengambil bangunan rumah sehingga akan terkesan homey, dilengkapi dengan free hotspot serta pedagang-pedagang kaki lima yang diatur secara apik akan menjadikan tempat nongkrong baru di Pekanbaru ini akan menjadi salah satu alternatif bagi warga kota yang ingin bersantai, kerja kelompok, atau memang khusus mencari literatur yang dibutuhkan demi kelancaran studi atau pekerjaannya..
Rencananya, taman bacaan dan rumah literatur ini akan beroperasi pada bulan Juli/Agustus 2011.. Namun jika tidak ada halangan, mulai bulan Mei 2011, taman bacaannya sudah dapat dinikmati untuk umum. Hanya saja karena untuk sementara akan dikelola sendiri ya bukanya disesuaikan dengan jam kerja vitri..
Jadi....
Tunggu ya kabar selanjutnya...
Dan bagi yang memiliki buku-buku bekas yang ingin disumbangkan, vitri akan sangat berterima kasih. Karena artinya koleksi taman bacaan akan makin lengkap dan masyarakat Pekanbaru-Riau makin mudah mengakses bacaan yang baik dan bermutu..
Salam pencerahan...
Rabu, 23 Februari 2011
Jumat, 18 Februari 2011
Kita Indonesia, Bukan Amerika, Eropa, Arab atau India
Beberapa waktu terakhir ini semua media massa menampilkan bagaimana rendahnya posisi warga negara di Indonesia.. Ketidak setujuan akan sesuatu diikuti dengan tindakan ekstrim dan anarkis berakhir korban jiwa..
Miris....
Ke mana rasa toleransi kita? Di mana rasa sayang sesama anak bangsa Indonesia?
Kita Indonesia, kawan... Bukan Amerika, Eropa, Arab, atau India.
Dari awal persatuan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kita jelas-jelas tahu bahwa kita berbeda.. Tak satu bahasa, tak satu suku bangsa. Namun bertekad bersatu dalam satu bangsa, Bangsa Indonesia..
Toleransi adalah hal yang sangat indah, yang menjadi "brand" Indonesia di dunia. Orang berdatangan untuk belajar dari Indonesia, bagaimana dapat hidup berdampingan antar agama yang berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda, warna baju yang berbeda..
lalu....
Apa yang terjadi sekarang? sesama saudara saling pukul.. Sesama saudara saling lempar. Dan Astaga.... ada saudara yang bunuh saudaranya karena mereka berbeda..
Sedih....
Mudah-mudahan para pendahulu kita sudah tenang di alam sana. Karena kalau tidak, mereka akan menangis dan akibatnya Indonesia akan tenggelam oleh air mata mereka..
Ingat teman, KITA INI INDONESIA, bukan Amerika, Eropa, Arab atau India..
Miris....
Ke mana rasa toleransi kita? Di mana rasa sayang sesama anak bangsa Indonesia?
Kita Indonesia, kawan... Bukan Amerika, Eropa, Arab, atau India.
Dari awal persatuan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kita jelas-jelas tahu bahwa kita berbeda.. Tak satu bahasa, tak satu suku bangsa. Namun bertekad bersatu dalam satu bangsa, Bangsa Indonesia..
Toleransi adalah hal yang sangat indah, yang menjadi "brand" Indonesia di dunia. Orang berdatangan untuk belajar dari Indonesia, bagaimana dapat hidup berdampingan antar agama yang berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda, warna baju yang berbeda..
lalu....
Apa yang terjadi sekarang? sesama saudara saling pukul.. Sesama saudara saling lempar. Dan Astaga.... ada saudara yang bunuh saudaranya karena mereka berbeda..
Sedih....
Mudah-mudahan para pendahulu kita sudah tenang di alam sana. Karena kalau tidak, mereka akan menangis dan akibatnya Indonesia akan tenggelam oleh air mata mereka..
Ingat teman, KITA INI INDONESIA, bukan Amerika, Eropa, Arab atau India..
Rabu, 16 Februari 2011
Bergaul.. Susah-susah Gampang...
Usia yang makin matang ternyata tidak selalu diikuti dengan kematangan dan kesiapan mental yang sama matangnya..
Merasa diri sudah bersikap sangat fair dan jujur sejak awal bergaul ternyata tidak cukup untuk menjaga hubungan pertemanan langgeng hingga nanti
Tanpa sadar ternyata ada hati yang tersakiti oleh sikap dan cara hidup yang oleh seseorang terasa sangat wajar karena perjalanan pengalaman yang telah dilalui
Terlebih karena banyak teman-teman lain yang sama sekali tidak keberatan dengan cara pandang dan keputusan yang diambil dalam berteman dan bergaul dengan manusia lainnya..
Pria... Wanita... sama-sama manusianya. Sama-sama memiliki rasa.. sama-sama memiliki hak memilih dan memutuskan..
Agama dan norma sosial memang mengikat namun terkadang sebagai seorang manusia merasa butuh mengikuti kata hatinya.. Karena Hanya Allah semata yang bisa memutuskan apakah kita berdosa atau hanya berbeda..
Namun tetap...
Tiap manusia, pria atau wanita, memiliki hak untuk berpendapat, memilih dan memutuskan..
Karenanya, walau sedikit sedih, seorang manusia harus menghargai keputusan manusia lainnya..
Tetaplah berbahagia, teman.... Karena aku akan selalu tetap menganggapmu teman, walau apa yang telah engkau putuskan untukku..
Jumat, 04 Februari 2011
Belajar dari Suharto dan Mubarak
Kedua tokoh ini dengan cara dan nasibnya masing-masing telah membawa negaranya melangkah maju dari posisi saat pertama kali mereka "menduduki" kursi presiden.
Keduanya mungkin sekali memiliki mimpi indah dan semangat berkobar untuk wujudkan apa yang mereka inginkan mengenai negara yang mereka pimpin..
Untuk beberapa saat (dan bukan masa yang singkat) negara yang mereka pimpin muncul sebagai negara-negara dengan karakter kuat sekaligus stabil..
Namun makin lama berkuasa tentu tidak lepas dari godaan dan gangguan dari kanan dan kiri..
Sebagai tokoh yang beda di puncak piramida, banyak sekali pendukung yang juga ingin melanggengkan posisi dan kesempatan tertentu yang telah mereka dapatkan selama berada di bawah sistem yang ada..
Lamanya berada di posisi puncak sering membuat seorang manusia tidak lagi punya tantangan yang "seimbang".
Terlalu banyak melihat dari atas membuat tokoh-tokoh hebat di masanya ini "jauh" dari akar rumput yang tadi menjadi pendukung setia kepemimpinan mereka
Terlalu banyak hirarki antara dirinya dan rakyat membuat informasi tak lagi sampai dengan murni..
Seperti yang sering disebutkan (termasuk Sang Nabi Muhammad SAW) bahwa titip uang kurang, titip kata-kata berlebih..
Inilah yang mungkin sekali terjadi pada tokoh-tokoh penegak kestabilan negara yang sudah pasti mereka cintai (karena mereka sama-sama ingin mati di negara tempat mereka lahir dan berkarya)
Mereka terlalu lama berada di posisi puncak. Tak tahu lagi mana yang benar-benar tulus membantu atau yang mana yang datang dengan kepentingan pribadi.. Yang paling logis adalah mempercayai istri dan anak-anak yang mereka miliki.
Karena itu tak jarang kemudian muncul istilah menyiapkan putra (atau putri) mahkota untuk menggantikan posisi panas yang mereka pegang terlalu lama.
Sungguh... saya hanya dapat merasakan kesepian yang mereka hadapi setiap harinya entah sejak kapan..
Lalu.....
Rakyat mereka cintai meminta mereka untuk mundur...
Tersentak... kedua tokoh ini langsung bereaksi dengan caranya masing-masing..
Kita sudah melihat keputusan yang diambil Suharto..
Dan kita sedang menunggu, keputusan apa yang akan diambil Mubarak
Mari belajar dari kedua tokoh ini, Saudara-saudaraku...
Terutama yang ingin berada di kursi panas di puncak piramida yang amat sungguh tinggi, dingin dan sepi..
Keduanya mungkin sekali memiliki mimpi indah dan semangat berkobar untuk wujudkan apa yang mereka inginkan mengenai negara yang mereka pimpin..
Untuk beberapa saat (dan bukan masa yang singkat) negara yang mereka pimpin muncul sebagai negara-negara dengan karakter kuat sekaligus stabil..
Namun makin lama berkuasa tentu tidak lepas dari godaan dan gangguan dari kanan dan kiri..
Sebagai tokoh yang beda di puncak piramida, banyak sekali pendukung yang juga ingin melanggengkan posisi dan kesempatan tertentu yang telah mereka dapatkan selama berada di bawah sistem yang ada..
Lamanya berada di posisi puncak sering membuat seorang manusia tidak lagi punya tantangan yang "seimbang".
Terlalu banyak melihat dari atas membuat tokoh-tokoh hebat di masanya ini "jauh" dari akar rumput yang tadi menjadi pendukung setia kepemimpinan mereka
Terlalu banyak hirarki antara dirinya dan rakyat membuat informasi tak lagi sampai dengan murni..
Seperti yang sering disebutkan (termasuk Sang Nabi Muhammad SAW) bahwa titip uang kurang, titip kata-kata berlebih..
Inilah yang mungkin sekali terjadi pada tokoh-tokoh penegak kestabilan negara yang sudah pasti mereka cintai (karena mereka sama-sama ingin mati di negara tempat mereka lahir dan berkarya)
Mereka terlalu lama berada di posisi puncak. Tak tahu lagi mana yang benar-benar tulus membantu atau yang mana yang datang dengan kepentingan pribadi.. Yang paling logis adalah mempercayai istri dan anak-anak yang mereka miliki.
Karena itu tak jarang kemudian muncul istilah menyiapkan putra (atau putri) mahkota untuk menggantikan posisi panas yang mereka pegang terlalu lama.
Sungguh... saya hanya dapat merasakan kesepian yang mereka hadapi setiap harinya entah sejak kapan..
Lalu.....
Rakyat mereka cintai meminta mereka untuk mundur...
Tersentak... kedua tokoh ini langsung bereaksi dengan caranya masing-masing..
Kita sudah melihat keputusan yang diambil Suharto..
Dan kita sedang menunggu, keputusan apa yang akan diambil Mubarak
Mari belajar dari kedua tokoh ini, Saudara-saudaraku...
Terutama yang ingin berada di kursi panas di puncak piramida yang amat sungguh tinggi, dingin dan sepi..
Langganan:
Postingan (Atom)