Tersebutlah tiga orang pria yang sedang saling membandingkan kesialan hidupnya.
Pria pertama: Akulah pria paling malang di seluruh jagat. Pacar pertamaku meninggal begitu kami berniat menikah. Pacar keduaku meninggal sehari sebelum ijab kobul. Dan akhirnya ketika aku bisa menikah, istriku meninggal pada hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama.
Pria kedua: Aku yang lebih malang. Waktu pacaran, pacarku ternyata tukang selingkuh. pacarnya ada 3 orang selain aku. Lalu ketika aku punya pacar yang baru, waktu aku melamar, baru tahu kalau dia itu masih istri orang. Sialnya lagi, 5 tahun menikah dengan istriku yang sekarang, dia mengaku kalau dua anak kami itu bukan anakku
Pria ketiga : Aku lebih malang dari pada kalian berdua
Pria pertama: Bagaimana mungkin? Kamu masih menikmati kehidupan perkawinan selama 10 tahun sebelum istrimu meninggal dunia
Pria kedua: Ya. Bagaimana mungkin kamu lebih sial? Setahuku almarhumah istrimu adalah istri yang setia dan anak kalian berdua adalah anakmu, bukan anak pria lain.
Pria ketiga: Ya, memang aku mengalami 10 tahun pernikahan. Ya, istriku memang bukan tukang selingkuh. Tapi sejak kami pacaran, dia sangat ketagihan media sosial. Kemana saja kami pergi, pasti akan muncul di statusnya. Tiap makan apapun, selalu terpotret dan tersebar ke teman2 dunia maya. Setelah menikah lebih parah lagi. Apapun yang kami lakukan di rumah pasti menjadi santapan dunia krn gemarnya istriku update status.
Pria pertama dan kedua: Kalau begitu setelah istrimu tiada, tentunya kemalanganmu telah berakhir, bukan?
Pria ketiga: Apanya yang berakhir? Sejak istriku meninggal, tiap malam hantunya datang membangunkanku untuk membantunya update status. Parahnya lagi, akhir2 ini bukan hantu istriku sendiri yang datang. Kawan2 satu pemakaman ikut juga, minta dibuatkan akun di situs media sosial. Arrgghhhhh!!!!!
Selasa, 25 Februari 2014
Kamis, 13 Februari 2014
Jalur Kereta Api Riau - Sejarah yang (nyaris) Hilang
Hai.. hai.. hai...
Sedang berusaha mengalahkan malas menulis nih.
Kali ini Vitri akan coba berbagi sedikit cerita tentang Jalur Kereta Api Riau. Ada yang tahu, kan? Kalau masih ada yang belum tahu dan mau tahu, mudah koq. Tinggal googling, pasti deh dapet banyak link yang bisa bikin kamu-kamu sedikit tahu tentang ini.
Lha terus tulisan ini apa dong? ini cuma nambahin dikit cerita hasil jalan-jalan dengan tim Suka-suka Blogger -nya Blogger Bertuah / Bertuah TV pada awal tahun 2014 ini.
Nah... Kalau yang tinggal di Pekanbaru, apalagi yang aktivitas pergerakannya (jjjiaah) melewati jalan Kaharuddin Nasution pasti pernah lihat ada ruang (lahan) kecil yang ada lokomotifnya. Ruang ini memang ditetapkan sebagai monumen peringatan dan pengingat bahwa di Riau, khususnya di Pekanbaru pernah ada jaringan rel kereta api. Nah, lokomotif yang ada di situ merupakan bentuk peninggalan sejarah yang sempat ga hilang dari ingatan dan pengetahuan generasi setelah peristiwa pembangunan rel tersebut jadi sepotong sejarah. (hmm... bahasa yang agak ribet)
Monumen Lokomotif
Selain monumen lokomotif, di tempat ini juga ada yang namanya Tugu Pahlawan Kerja. Tugu ini dimanksudnkan sebagai sebuah peringatan adanya keberadaan pahlawan perang pada masa penduduk Jepang di Indonesia yang menjadi pekerja pembangun jalur rel kereta api yang menghubungkan Pekanbaru dan Muaro Sijunjung. Sayang Vitri tidak mendokumentasikan tugu yang dimaksud.
Bicara sedikit tentang sejarah jalur rel kereta api ini, sebenarnya sangat miris. Rel Kereta Api dengan panjang lebih dari 200 km ini menghabiskan waktu yang cukup singkat (dari tahun 1943-1945) namun mengorbankan begitu banyak jiwa (lebih dari 10.000 jiwa), baik itu dari warga Indonesia (romusha) maupun tawanan perang yang bewarga negara asing (Belanda, Inggris, Australia dan Amerika). Jalur rel kereta api ini, tidak seperti yang di Sijunjung, sama sekali tidak sempat dimanfaatkan sebagai angkutan hasil alam seperti tujuan awal Penguasaan Jepang pada waktu itu. Begitu rel rampung, Jepang dipaksa menyerah pada sekutu. Lalu sempat hilang dari radar para sejarawan, begitunya sudah mulai ada yang "ngeh", bukti sejarahnya malah sudah hilang karena telah menjadi komoditas ekonomi. Rel kereta api yang terbuat dari besi, dipreteli, diangkut dan dijual sebagai besi bekas. Jadi kerja keras para romusha benar-benar jadi kerja sia-sia.
Nah, berkaitan dengan sejarah yang hilang itulah tim suka-suka blogger (termasuk vitri saat itu), mencoba menemukan (lagi) sisa-sisa peninggalan jalur transportasi yang seharusnya bisa menjadi cikal bakal jalur angkutan alternatif di Riau ini. Tentu saja dasar pencarian ini adalah berita dan cerita yang telah berkembang di dunia maya (terimakasih pada penulis blog dan media yang pernah menceritakan dan juga mencari bukti keberadaan rel).
Dari sekian banyak berita, akhirnya penemuan hanya terbatas pada sisa lokomotif di Lipat Kain dan bekas bantalan rel kereta di Desa Koto Baru-Kuantan Singingi.
Sisa lokomotif di Lipat Kain
Jika lokomotif peninggalan sejarah ini sudah tinggal potongan-potongan logam yang sudah mulai berkarat, maka sisa bantalan rel kereta api juga sudah benar-benar tinggal sisa. Letaknya pun tidak lagi di jalur rel, namun sudah melintang di atas anak sungai kecil dan berfungsi sebagai jembatan masyarakat lokal yang menghubungkan kawasan permukiman dengan kebun.
Sisa Bantalan Rel Kereta Api
Selain sisa bantalan rel tersebut, tak ada lagi sisa yang lain. Menurut masyarakat sekitar, pada tahun 1980-an hingga awal tahun 2000, sisa-sisa rel tersebut berpindah ke tangan penadah. Bahkan saat tim bertanya tentang berita keberadaan 7 lokomotif dan gerbong kereta yang menurut berita ada di sekitar desa Koto Baru, itu pun sudah "sukses" dimutilasi dan diangkut ke Pekanbaru. Duh! Habislah sudah harapan untuk menemukan bukti tambahan keberadaan rel kereta api yang dibuat dengan tenaga manusia dan perlengkapan seadanya ini (masih tak terbayang bagaimana prosesnya. yang jelas, para pekerja itu pantas disebut pahlawan karena berhasil membuat rel dari bahan mentah dan menyelesaikannya).
Penemuan bekas bantalan rel ini merupakan titik balik tim ke Pekanbaru (selain hari sudah menjelang sore dan tidak adanya tambahan informasi yang dapat ditelusuri).
Seandainya ada Doraemon dan kantong ajaibnya, pasti bisa dimintai bantuan agar sisa lokomotif dan bantalan rel bisa bicara dan menceritakan kisah mereka. (mulai deh, ngayalnya kumat).
Baiklah. Sekian cerita yang bisa dibagi. Jika ingin tahu lebih jelas mengenai sejarah keberadaan Rel Kereta Api Pekanbaru-Muaro Sijunjung, di bawah ada beberapa blog yang bisa dikunjungi. Dan seandainya ada lagi berita baru tentang kemungkinan adanya sisa peninggalan rel berdarah ini, rasanya ingin ikut menemukannya. Sejarah itu asyik jika tidak hanya membaca, namun juga ikut merasakan momen di lokasi terjadinya.
Blog / Artikel yang cerita tentang Rel Kereta Api Pekanbaru:
Langganan:
Postingan (Atom)